Permasalahan sampah merupakan permasalahan klasik yang terus terjadi hingga kini dimanapun kita berada. Seiring kemajuan digital dan teknologi, sampah juga bukan hanya berbentuk fisik saja, tetapi juga berbentuk digital. Tahukah kamu aktivitas digital kita juga menimbulkan jejak karbon dan tumpukan sampah digital? Mungkin masih banyak dari kita yang belum menyadari tentang hal ini, karena kita hanya berfokus pada sampah yang berbentuk fisik yang memang menjadi persoalan klasik.
Permasalahan sampah fisik saja masih banyak individu yang belum sadar untuk mengatasinya. Sampah yang menumpuk di lingkungan juga merupakan hal lazim yang sering dijumpai. Tak berhenti sampai di situ saja, sampah yang menggunung juga memicu berbagai macam polusi dan pencemaran tanah. Bagaikan efek domino, permasalahan sampah juga berdampak buruk pada kesehatan manusia dan bumi.
Lalu, bagaimana dengan sampah digital? Tak berbeda dengan sampai fisik, sampah digital juga perlu dibersihkan agar tidak menimbulkan permasalahan iklim. Apalagi saat ini gawai semakin canggih dan pengguna internet juga bertumbuh pesat. Menurut Data Reportal terdapat 212,9 juta pengguna internet di Indonesia pada Januari tahun 2023 ini. Analisis dari Kepios menunjukkan bahwa terdapat peningkatan pengguna internet di Indonesia sebesar 10 juta (5,2 %) antara tahun 2022 dan 2023. Sementara itu, ada sekitar 5,16 miliar pengguna internet di dunia yang berarti 64,4% populasi di dunia terkoneksi dengan internet. Dengan begitu, jejak karbon yang dihasilkan setiap individu atas aktivitas digital yang dilakukan pun semakin meningkat.
Bagaimana jejak karbon sampah digital bisa dihasilkan? Nah, sumbernya berasal dari proses produksi gawai itu sendiri, proses pengirimannya, hingga penggunaan yang masih menggunakan energi fosil. Melansir dari wanaswara.com, jejak karbon yang dihasilkan dari gawai, internet, dan sistem yang mendukungnya menyumbang sekitar 3,7% dari emisi gas rumah kaca global.
Hal ini tentu saja menjadi dilema digital. Di satu sisi kemajuan teknologi dibutuhkan, teknologi memudahkan aktivitas kita, dan sangat sulit dipisahkan oleh kehidupan kita, serta manusia sudah ketergantungan akan teknologi. Namun, di lain sisi, hal ini justru menjadi bumerang karena kemajuan teknologi juga mempercepat pemanasan global dan krisis iklim. Pada dasarnya kita memang tidak sepenuhnya bisa lepas dari ketergantungan internet dan gawai, tetapi tentu saja kita bisa mulai dari diri sendiri untuk melakukan tindakan mengurangi emisi karbon atas aktivitas digital yang kita lakukan.
Lalu, bagaimana caranya? Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan digital decluttering yang dapat diartikan sebagai aktivitas memilah dan membersihkan sampah digital yang ada pada gadget yang kita gunakan. Yuk lakukan kegiatan bersih-bersih sampah digital dengan cara berikut!
Hapus sampah digital
Mulai membersihkan sampah digital, baik berupa foto, video, dokumen, maupun riwayat penelusuran internet. Hal ini karena data yang tersimpan di data center setara dengan 2% emisi global. Angka ini diperkirakan akan naik 3,2% di tahun 2025 dan 14% di tahun 2040. Penting bagi kita untuk menghapus data yang sudah tidak perlukan lagi karena jika menumpuk pada gawai atau penyimpanan cloud, maka bisa meningkatkan pengeluaran listrik yang dipakai oleh server di data center. Sebab, lagi-lagi listrik masih banyak menggunakan sumber listrik yang tidak ramah lingkungan.
Dalam melakukan browsing internet, kita juga harus lebih bijak menggunakannya. Sebab, setiap kita mencari sesuatu, jumlah bit yang dipakai ketika load browser menggunakan energi hingga 1 juta kilowatt per jam. Setiap jam ada kira-kira 10 juta search di dunia, artinya sama dengan menyalakan 100 watt bola lampu dalam 1 jam. Kalau kita batasi penggunaan search engine untuk yang kita butuhkan saja, maka kita sudah ikut menghemat energi.
Kita juga bisa mengatasinya dengan cara membuat bookmark untuk situs web yang sering dikunjungi dan hanya dibuka ketika akan diperlukan. Hal ini karena tab browser yang terbuka tetap mengonsumsi energi meskipun tidak digunakan. Maka sebaiknya tutup tab browser yang sudah tidak dibutuhkan dan buatlah bookmark untuk situs web yang sering dikunjungi.
Membersihkan email
Email yang menumpuk tersimpan dalam sebuah server yang mengonsumsi energi dalam jumlah besar. Hal ini tentu saja dapat menghasilkan jejak karbon digital. Sebuah email standar dapat menghasilkan jejak karbon 4 gram CO2e, email dengan lampiran menghasilkan 50 gram jejak karbon, dan email spam menghasilkan 0.3 gram jejak karbon.
Mulailah menghapus email yang sudah terbaca dan tidak penting, menghapus spam, berhenti berlangganan newsletter yang tidak dibutuhkan. Mulailah dengan menghapus setidaknya 10 email per hari. Dengan begitu, kita berkontribusi dalam mengurangi jejak karbon digital.
Kurangi waktu main medsos 50%
Media sosial merupakan hiburan bagi kita, banyak informasi yang bisa kita dapatkan dari medsos. Pengguna media sosial di Indonesia pada tahun 2023 ini terdapat sebanyak 167 juta pengguna atau setara dengan 60,4% total populasi (Data Reportal, 2023). Rata-rata orang Indonesia menghabiskan waktu 3 jam 18 menit dalam menggunakan media sosial. Jika dihitung secara kasar, kalau masing-masing pengguna medsos di dunia menggunakan 10 medsos di atas 5 menit per hari, total jejak karbon digital yang dihasilkan adalah setara dengan 80 juta karbon dioksida setiap tahunnya. Nah, jika kita mampu mengurangi main medsos 50% setiap hari, maka kita berkontribusi besar dalam mengurangi jejak karbon digital.
Misalnya, kita bisa memulai mengatur batas penggunaan media sosial yang paling banyak digunakan, yaitu Instagram. Di Instagram terdapat fitur “Your Activity”, di dalam fitur ini kita bisa mengatur manajemen waktu dalam penggunaan Instagram agar lebih bijak. Kita juga bisa mengetahui seberapa sering kita menggunakannya. Kita bisa mengatur pengingat break time saat berselancar, misalnya setiap 10 menit sampai dengan 30 menit sekali. Kita juga bisa mengatur waktu harian dalam menggunakan Instagram. Fitur ini sangat berguna dalam membatasi penggunaan Instagram, selain menghindari kecanduan, kita juga bisa mengurangi jejak karbon digital.
Unduh bukan streaming
Aktivitas menonton video secara daring di platform YouTube, streaming film, mendengarkan musik di platform musik tertentu juga meninggalkan jejak karbon digital. Streaming video 30 menit menghasilkan 1,6 kg Co2, setara dengan emisi yang dihasilkan kendaraan sejauh 6,28 km. Menonton video YouTube selama 10 menit menghasilkan 1 g karbondioksida (Guardian Report) .
Sementara itu, streaming musik lebih dari 5 jam menghasilkan 300g CO2. Streaming album melalui internet lebih dari 27 kali kemungkinan akan menggunakan lebih banyak energi daripada yang dibutuhkan untuk memproduksi CD yang sama.
Oleh karena itu, mengunduh jadi pilihan yang bijak. Dengan begitu, kita hanya menggunakan data sekali saja sehingga energi yang dibutuhkan jadi lebih sedikit. Kita bisa menerapkannya saat menonton film di platform favorit kita, daripada streaming maka mengunduh dan menonton secara offline jadi pilihan tepat. Kabar baiknya, platform musik seperti Apple Music dan Spotify dilaporkan sudah menggunakan data center dengan energi yang terbarukan.
Konsumsi berkelanjutan
Dalam poin ini berarti kita bisa mengurangi jejak karbon digital dengan cara merawat dan menggunakan gawai yang kita punya untuk pemakaian jangka panjang. Alih-alih membeli gadget setahun sekali, kita bisa merawatnya agar tahan lama untuk jangka panjang sehingga tidak menghasilkan sampah elektronik. Dilansir dari greeneration.org, studi dari University of Edinburgh menemukan bahwa memperpanjang penggunaan komputer dan monitor dari 4 ke 6 tahun dapat mencegah sekitar 190 kg CO2e. Oleh karena itu, menjaga dan merawat gawai kita sama dengan prinsip konsumsi dan produksi berkelanjutan.
Selain melakukan digital decluttering seperti di atas, ada banyak cara lain untuk menjaga bumi dari krisis iklim. Kamu bisa kepoin teamupforimpact.org untuk melihat pilihan challenge yang bisa kamu ikuti dalam rangka menjaga bumi. Ada banyak hal sederhana yang jika dilakukan bersama akan besar dampaknya 💚
Let’s team up, not give up!
Let’s team up for impact ✨🌱
Referensi:
https://theconversation.com/amp/the-environmental-impact-of-music-digital-records-cds-analysed-108942 diakses pada 24 Maret 2023
https://www.climatecare.org/resources/news/infographic-carbon-footprint-internet/ diakses pada 24 Maret 2023
https://greeneration.org/publication/green-info/bersihkan-sampah-digital-dengan-digital-decluttering/ diakses pada 24 Maret 2023
https://www.theguardian.com/environment/2015/sep/25/server-data-centre-emissions-air-travel-web-google-facebook-greenhouse-gas diakses pad 24 Maret 2023