Perlawanan Terhadap Patriarki oleh Tokoh Perempuan dalam Film La Source des femmes

21.03

Salah satu film Prancis francophone yang menurutku paling berkesan adalah film berjudul La Source des femmes. Film ini merupakan film Maroko (Maroko adalah negara francophone) bergenre drama yang disutradarai oleh Radu Mihăileanu dirilis pada 2 November 2011 berdurasi 1 jam 59 menit. Sekadar info bahwa Radu Mihăileanu merupakan seorang sutradara dan penulis skenario yang seringkali mengangkat isu sosial dan perempuan dalam karya-karyanya, salah satunya di film La Source des femmes.




Film La Source des femmes bercerita tentang perempuan-perempuan di sebuah desa nun jauh di Afrika Utara yang memiliki rutinitas mengambil air di atas bukit untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Seperti yang kita tahu bahwa air merupakan sumber kehidupan kita. Namun, di desa tersebut air sangat sulit didapatkan, sehingga mereka harus mengambilnya dari sumber air di atas bukit. Hal ini menjadi sebuah masalah besar karena yang melakukan pekerjaan berat ini bukan kaum pria, melainkan para perempuan di desa tersebut.


Tokoh utama bernama Leila yang pemberani dan kritis mendorong perempuan-perempuan lain untuk melakukan aksi protes. Hal ini disebabkan oleh pekerjaan mengambil air telah menelan banyak korban, seperti banyak perempuan yang mengalami keguguran. Sebagai aksi protes, Leila dan perempuan di desa melakukan gerakan "mogok cinta", yang bermakna bahwa perempuan tidak mau bercinta dengan pasangannya sampai para pria mau melakukan pekerjaan mengambil air dari sumbernya.


Sebagai konteks, perfilman Maroko memang kerap mengangkat tema seputar isu sosial. Film dengan isu sosial dianggap dapat memberikan pelajaran dan awareness masyarakat atas permasalahan yang terjadi di negara tersebut. Salah satunya isu mengenai perempuan. Mayoritas perempuan yang tinggal di daerah pedesaan memiliki masalah ekonomi dan sosial yang kompleks, kurangnya pendidikan yang memadai bagi perempuan juga kemudian menyebabkan kondisi mereka yang semakin termarginalisasi (Pertiwi, 2021). Perempuan di pedesaan Maroko masih dipandang sebagai objek yang berperan dalam urusan domestik. Sementara itu, para tokoh pria dalam film ini merupakan simbol dari patriarki karena memandang para perempuan di desa sebagai objek dan mengkonstruksinya hanya bertanggungjawab pada wilayah domestik saja. Perempuan juga tidak memiliki hak dan akses yang sama di berbagai ruang.


Film La Source des femmes bisa dianalisis dengan konsep feminisme Beauvoir. Dalam pemikirannya, Beauvoir memandang bahwa perempuan bisa menjadi subjek yang dominan agar tidak menjadi the other yang selalu dijadikan objek oleh pria. Pada dasarnya, perempuan selama ini dikonstruksi berdasarkan struktur sosial yang ada di masyarakat, sehingga perempuan harus menjalankan kehidupan sesuai dengan nilai-nilai yang telah dikonstruksi. Untuk menjadi subjek yang bebas bereksistensi dapat diperoleh perempuan jika ia menyadari bahwa dirinya bukanlah objek, tetapi subjek yang bisa berdiri. Untuk mencapainya, maka diperlukan sebuah proses yang panjang. Lalu perempuan juga harus berani bertanggung jawab atas pilihannya.


Dalam film ini terlihat bahwa tokoh Leila menyadari bahwa ia sebagai perempuan selama ini dikonstruksi untuk menjalankan hidup sesuai nilai yang telah ada di masyarakat desanya. Ia dan perempuan lainnya hanya bisa melakukan pekerjaan domestik tanpa bisa setara dengan kaum pria. Atas kesadarannya ini, Leila pun melawannya dan mengajak perempuan lain untuk melakukan aksi protes simbolis "mogok cinta" dan berbagai hal lainnya agar terjadi perubahan yang signifikan di masyarakat. Kesadaran akan kebebasan dan perjuangan atas kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam film ini menghadirkan kekuatan feminim yang kemudian membentuk kerjasama para tokoh perempuan. Kerjasama ini membentuk perempuan untuk mendobrak sistem patriarki. Hingga pada akhirnya mereka dapat mencapai kemenangan ketika serangkaian aksi yang mereka lakukan dapat didengar. Seorang jurnalis dari kota berperan sebagai tokoh yang secara tidak langsung membantu Leila dan para perempuan desa untuk menyampaikan pesan terhadap keluhan untuk dibangunnya akses air dan listrik di desa.


Masih banyak hal lagi yang bisa dibahas dalam film keren ini karena ceritanya sangat kompleks dan menarik untuk dikaji lebih lanjut. Dari segi sinematografinya pun menarik untuk dibahas. Pada opening film kita disuguhkan dengan extreme long shot yang memperlihatkan bagaimana latar desa yang kering dan gersang. Selain itu, dari segi latar waktu, latar tempat, tokoh, dan penokohan pun masih bisa dibahas lebih lanjut. Secara keseluruhan, film ini recommended sekali untuk ditonton. Namun untuk kali ini sampai di sini saja ya heheheh. Sebagai penutup ada quotes dari Beauvoir yang bisa kita renungi. 


Seorang perempuan tidak dapat didefinisi berdasarkan fisik, peran, sifat atau identitas gendernya. Perempuan adalah manusia yang tidak seharusnya tubuhnya dipandang sebagai penjara dan keterbatasannya, melainkan suatu ‘cengkeraman’, suatu sentuhan, terhadap dunia (De Beauvoir,1974).





You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts