Pada 14 Juni 2024, #EcoBloggerSquad kembali mengadakan offline gathering yang diadakan di Galeri Emiria Soenassa, Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Acara ini juga bertepatan dengan event Festival Lestari – sebuah festival yang mengusung konsep ramah lingkungan dan ramah sosial. Acara inspiratif Eco Blogger Squad kali ini bertajuk “Nature’s Artisans: Exploring Eco-Friendly Craft”. Tema ini selaras dengan Ruang Setara Lestari, sebuah ruang yang bercerita tentang perayaan karya dan semangat merawat bumi lewat perspektif perempuan, generasi muda, dan kearifan lokal.
Dalam acara ini, bukan hanya menyoroti tentang “karya” semata, tetapi membedah bagaimana alam, budaya, dan komunitas berpadu dalam narasi yang setara dan lestari. Salah satu karya yang membumi, seperti “Puan Maestro” menyuarakan cerita-cerita perawatan bumi yang kerap digerakkan oleh perempuan dan kelompok rentan. Bersama para pembicara seperti Ristika dari Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL), Esty dari Semesta Sintang Lestari, dan workshop sesi kreatif bersama Dian Tamara dari Pancaran Sinema, kami diajak menyelami esensi dari pengrajin alam dan menenun harapan untuk bumi yang lebih lestari.
Merangkai Masa Depan Melalui Ekonomi Restoratif – Ristika, LTKL
Sesi pertama dibuka oleh kak Ristika dari Sekretariat Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL). Sebagai informasi, LTKL berperan sebagai jaringan kolaborasi antar kabupaten-kabupaten di Indonesia yang berkomitmen pada pembangunan berkelanjutan. Adapun fungsinya adalah sebagai akselerator untuk menciptakan model ekonomi dan pembangunan berkelanjutan untuk mewujudkan kabupaten yang lestari dan mandiri. Pada 2030, resep dan blueprint pembangunan lestari dari anggota LTKL dapat direplikasi di kabupaten lain di Indonesia.
Melalui pendekatan ekonomi restoratif, LTKL mendorong kabupaten anggotanya untuk bukan hanya menjaga ekosistem penting, tetapi juga membangun model bisnis yang ramah lingkungan dan ramah sosial. Dalam pemaparannya, kak Ristika menyoroti bahwa ekonomi restoratif haruslah memiliki beberapa prinsip utama, yaitu adanya ambang batas, inklusivitas dengan melibatkan masyarakat setempat dan komunitas lokal, mampu melindungi dan merestorasi hutan, dan memiliki nilai tambah dari pengembangan model ekonomi.
Kearifan Lokal dan Ketahanan Pangan – Esty, Semesta Sintang Lestari
Dari Kalimantan barat, kak Esty membawa kita untuk menjelajahi Tembawang – hutan pangan warisan leluhur. Ini merupakan sistem agroforestri tradisional yang dikelola oleh masyarakat Dayak. Melalui sistem ini memungkinkan masyarakat memanfaatkan hasil hutan tanpa merusaknya, melainkan menjaga dan merawat hutan. Dalam hal ini, masyarakat dapat hidup berdampingan dengan alam.
Bagi masyarakat adat, hutan adalah dapur mereka sehingga mereka bisa mandiri tanpa harus bergantung pada pasar. Pengelolaan pangan pun dilakukan secara alami, seperti fermentasi dan menggunakan rempah dari hutan. Bukan hanya sebagai hutan dan sumber pangan, Tembawang adalah wujud kearifan lokal dan ketahanan pangan, representasi hubungan budaya dengan alam.
Esty juga memaparkan bagaimana peran Sintang sebagai lanskap Kapuas memiliki potensi besar dan inovasi alam. Salah satu produk yang dihasilkan oleh Semesta Sintang Lestari adalah bishco yang terbuat dari ikan gabus yang dikenal sejak lama sebagai sumber albumin alami dan kaya akan omega, yang baik dikonsumsi untuk mendukung tumbuh kembang anak-anak yang rawan stunting. Bischo sendiri merupakan hasil riset dan kolaborasi yang dilakukan oleh Semesta Sintang Lestari, yang hasil produknya pun dapat berkompetisi di pasar modern.
Workshop Kolase Eco-Crafting - Dian Tamara, Pancaran Sinema
Sesi terakhir ditutup dengan workshop kolase eco-crafting bersama kak Dian Tamara dari Pancaran Sinema. Dalam workshop kali ini, kami diajak membuat karya semacam scrapbooking, yaitu menciptakan karya dari bahan-bahan daur ulang, seperti daun kering, ranting pohon kering, majalah bekas, dan alat tulis. Workshop ini seru sekali, karena ini juga bisa menjadi media healing yang memungkinkan kita bisa menyuarakan ide melalui karya dan melatih motorik kita.
Eco-crafting merupakan salah satu sarana refleksi bagaimana kita mencipta dan merawat. Setiap potongan-potongan kecil yang kita buat adalah bagian dari narasi besar yang ingin kita bangun bersama, yaitu dunia yang harmonis dengan alam. Acara juga ditutup dengan bernyanyi bersama tentang nyanyian alam.
Terima kasih kepada Eco Blogger Squad dan semua team, serta tak lupa juga para pembicara yang telah membuka wawasan baru. Dari acara ini, kita dapat belajar bahwa keberlanjutan bukan tren, melainkan sebuah praktik hidup, dari kebijakan, kearifan lokal, hingga kreatifitas tangan. Oiya, tidak lupa juga ucapan terima kasih kepada Festival Lestari, kemudian Yagi Forest dan Kalara Borneo yang telah memberikan goodie bag produk mereka kepada kami.
Mari merayakan para pengrajin alam, penjaga budaya, dan penenun harapan untuk bumi yang lebih lestari.